ANALISIS SOSIAL

Posted by Amar Suteja Jumat, 22 Februari 2013 0 komentar


 Ditulis oleh Elit Prawijaya

Analisis sosial secara sederhana dapat kita sebut sebagai sebuah alat, yang selanjutnya bisa disebut sebagai  metode untuk memahami realitas sosial-lingkungan sekitar, global maupun lokal.Dalam studi ilmu-ilmu sosial, untuk menganilisis kondisi sosial maka kita harus berpijak dalam empat paradigma (baca: cara pandang) yang didasarkan pada perbedaan anggapan metateori tentang sifat dasar ilmu sosial dan sifat dasar dari masyarakat. Empat paradigma tersebut yang dibangun atas pandangan-pandangan yang berbeda  mengenai dunia sosial satu dengan yang ain adalah humanis, strukturalis, fenomenologis dan fungsionalis.
Untuk menuju kepilihan metode seperti apa yang layak dimbil, maka kita harus berangkat dari asumsi dasar yaitu ontologis, epistemologis, kecenderungan dasar manusia (human nature)dan metodologi. Asumsi tentang ontologis dalah berawal dari pertanyaan “apa”. Jadi asumsi ontologis ini adalah apakah kenyataan diteliti sebagai sesuatu di luar yang mempengaruhi/merusak di dalam seseorang ataukah kenyataan itu justru hasil dari kesadaran seseorang. Sedangkan asumsi epistimoogis berawal dari pertanyaan “bagaimana”. Jadi bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikanya sebagai pengetahuan kepada oranglain.
Adapun asumsi Human natur membawa kita kepada satu upaya penyadaran diri. Asumsi terakhir sebenarnya merupkan satu muara ketika orang yang memperdebatkan di atas akhirnya semua akan mengarah kepada perbedaan metodelogis. Masing-masing asumsi di atas dalam perkembangan selanjutnya menghasilkan cabang-cabang yang cukup banyak. Tapi yang akhirnya tercatat adalah perdebatan masing masing asumsi yang membawa pada aliran aliran tertentu. Perdebatan mengenai ontologis menghasilkan aliran nominalis (yang beranggapan bahwa realitas sosial adalah sesuatu diluar diri yang merupakan suatu pengandaian konsep dan label. Artinya benda ini diberi nama hanya sekedar ”rekaan” manusia agar menjadi pemahaman bersama, dalam hal ini bahasa juga termasuk di dalamnya dan aliran realisme (realitas yang di luar “diri” itu adalah suatu kenyataan yang “hidup”dan merupakan tatanan nisbi yang tepat. Artinya kenyataan itu lebih merupakan entitas empiris.
Debat epistimologis melahirkan perpecahan tajam antara orang eksakta dengan orang sosial. perdebatan ini membawa kita pada aliran positivis (satu aliran yang memahami bahwa hipotesa tentang kondisi alam sosial dapat dibuktikan secara empirik melalui eksperimen, dan aliran anti positivistik (yaitu satu aliran yang tidak mau menerapkan satu tatanan sosial terhadap peristiwa sosial yang lain, jadi manusia bukanlah pengamat  tetapi satu entitas yang terlibat dalam struktur tatanan sosial.
Selanjutnya debat mengenai human natur termasuk debat yang cukup tua dan abadi di lingkungan umat islam. Kaum determinis ( Qodariah) menganggap bahwa manusia ditentukan oleh lingkungan, sedangkan kaum volunteris (Jabariyah) beranggapan bahwa lingkungan ditentukan oleh kreatifitas manusia itu sendiri. Kedua anggapan inilah yang merupakan unsur paling utama dan hakiki dalam teori ilmu sosial.
Adapun debat metodelogis, melahirkan dua aliran besar pula, yaitu ideografis yang menyatakan bahwa seseorang akan memahami kondisi sosial suatu masyarakat jika dia terlibat langsung dengan masyarakat itu. Aliran yang kedua adalah aliran  nomotetis, yaitu aliran yang mementingkan pada seperangkat tehnik dan alat  sistematik dalam penelitian  (ini sering digunakan oleh orang eksakta).
Dari semua asumsi dan perdebatan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa teori sosial terbagi menjadi dua aliran besar yaitu;
1.Positivistik yang menggunakan ontologis realis, epistemologinya positivis, pandangan sifat manusianya deterministik dan metodeloginya nomotetik.
2.Idialisme jerman, sebaliknya ontologinya nominalis, epistimologinya anti positivis, pandangan sifat manusianya volunteristik dan metodeloginya idiografis.
EMPAT PARADIGMA
Setelah melalui perdebatan yang panjang, para ahli sosiologi akhirnya sepakat untuk menentukan cara baru dalam menganalisa empat paradigma (dengan tetap memasukkan unsur – unsur penting dari asumsi di atas). Empat paradigma itu  adalah:
1.Humanis Radikal, yaitu suatu paradigma yang dianut oleh orang-orang yang berminat mengembangkan ilmu sosial  perubahan radikal dari pandangan subjektivis pendekatan yang kemudian dipakai adalah nominalis, anti positivistik, volunteris dan idiolografis. Pandangan dasarnya bahwa ada satu suprastruktur idiologis diluar diri yang membelenggu dan berhasil memisahkan dirinya dengan kesadarannya (alienasi) dan melahirkan kesadaran palsu.
2.Struktural Radikal, penganut paham ini berupaya memperjuangkan sosilogi perubahan radikal juga yaitu perubahan yang mendasar dengan mengabaikan semua tatanan sosial yang membelenggu perkembanga diri manusia oleh karena pandangan ini bersifat utopis dan hanya memandang lurus ke depan. Analisisnya cenderung menekankan pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat manusia. pendekatan yang dipakai adalah realis, positivis, determinis dan nomotetis.
3.Paradigma Interpretatif, penganut paradigma ini cenderung manganut sosiologi keteraturan yaitu ilmu sosial yang mengutamakan  kesatuan dan kerapatan. Pendekatannya cenderung nominalis, anti positivis dan ideografis. Pada perkembangan selanjutnya paradigma ini sering disebut sebagai aliran fenomenologis.
4.Paradigma Fungsionalis. Paradigma inilah yang paling banyak di anut di dunia mereka condong kepada pendekatan realis, positivis, deterministis dan nomotetis. Rasionalitas merupakan “tuhan “ bagi mereka dia berpijak pada sosiologi keteraturan juga.
Fungsi utama mengenal empat paradigma di atas  adalah kita dapat memahami kerangka berfikir seseorang dalam teori sosial dan merupakan alat untuk memetakan perjalanan pemikiran teori sosial seseorang terhadap persoalan sosial.
Dengan pemahaman ini, tiap diri bisa memetakan teori-teori yang ada untuk kemudian dengan kesadaran masing-masing melalui pengalaman dan pemahamannya sendiri, memilih mana yang menurut anda paling tepat.

 












CONTOH KASUS PAK TUKIRIN
Pak Tukirin (62 tahun) sangat kaget mengetahui dua anggota polisi mendadak datang menemuinya di rumah. Satu polisi yang lain menuju kebun jagung miliknya dan mengambil beberapa batang pohon jagung dan jagung yang sedang mekar. Tak lama kemdian barulah polisi menjelaskan duduk persoalan yang terjadi kepadanya. Petani Kabupaten Nganjuk yang sederhana tersebut dituduh mencuri benih induk oleh perusahaan produsen benih jagung hybrida, PT. BISI, anak perusahaan Charoen Pokphand. Konglomerasi usaha input pertanian terbesar di Asia tersebut, juga menuduh Pak Tukirin melakukan sertifikasi liar atas benih jagung yang mereka patenkan. Pak Tukirin tidak mengerti sama sekali mengapa tuduhan semacam itu dialamatkan kepadanya. Bersama Pak Tukirin, ikut juga dilaporkan Pak Suprapto tetangganya sesama petani.
Yang dilakukan Pak Tukirin sama sekali jauh dari yang dituduhkan tersebut. Pak Tukirin memperoleh benih yang dijual bebas tersebut secara sah dari penyalur benih resmi. Pak Tukirin  mengembangkan pengetahuan  mengenai budidaya jagung yang dimilikinya, agar benih jagung tersebut dapat digunakan sebagai benih. Selama ini jagung hybrida yang dipanen tidak dapat dijadikan benih untuk musim tanam berikutnya. Jika ingin menanam jagung kembali, petani membeli benih jagung.  Kalaupun digunakan sebagai benih, hasilnya akan jelek. Jagung hibrida hasil panen hanya bisa dijual dan untuk konsumsi. 
Pak Tukirin melakuan inovasi atas  cara berbudidaya jagung dengan melakukan penyerbukan silang antar tanaman jagung.  Seperti diketahui, jagung memiliki kemampuan melakukan perkawinan sendiri karena pada satu batang jagung terdapat alat reproduksi jantan dan betina.  Yang dilakukan pada Tukirin adalah menanam benih jagung BISI yang dibelinya dalam 4 jalur.  Ketika jagung-jagung tersebut 3 bulan, dan mulai mengeluarkan serbuk sari, maka 3 jalur jagung dipotong serbuk sarinya.  Dia sebut jalur ini jagung betina.  Satu jalur jagung tetap dibiarkan serbuk sarinya berkembang, jalur ini dia sebut jagung jantan.  Dengan pengaturan ini, maka 3 jagung betina tadi akan mengalami penyerbukan silang dari jalur jantan.  Dengan ilustasi jagung tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Cara budidaya Pak Tukirin yang tidak biasanya tersebut, ternyata berhasil. Jagung yang dipanen dapat digunakan sebagai benih dan tumbuh dengan baik. Petani-petani lain yang mengetahui ini sangat senang karena tidak perlu mengeluarkan biaya besar membeli benih.  Pak Tukirin membagi pengetahuan dan benihnya tersebut kepada petani lain.  Yang dilakukan Pak Tukirin sampai juga ke telinga manajemen perusahaan PT. BISI.  Produsen benih jagung ini tidak senang dengan berita tersebut.  Apabila ini berlanjut, maka petani tidak lagi bergantung pada benih yang dijual. Keuntungan pun bisa berkeurang drastis.  Petugas lapangan PT. BISI terjun ke kebun Pak Tukirin  dan memperhatikan ladang jagungnya. Hingga akhirnya PT. BISI melaporkan ke polisi dengan tuduhan sertifikasi liar. Pak Tukirin juga dicecar dengan tuduhan melakukan pencurian benih induk jagung dari perusahaan dan kemudian menanamnya. 
Mendengar berita tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk mencoba mempertemukan kedua belah pihak. Pemda berharap Perusahaan mencabut laporannya dan mencari penyelesaian damai. Pak Tukirin menyetujui,namun Perusahaan tetap melanjutkan laporannya. Atas pengaduan tersebut, Pemerintah Kabupaten Nganjuk sangat kecewa dengan keputusan ini. 
Sebelumnya, Pemda Kabupaten Nganjuk dan PT. BISI telah melalukan perjanjian kerjasama penanaman jagung dilahan petani. Menurut pihak pemda, program kerjasama tersebut bertujuan memberdayakan kemampuan petani untuk menanam jagung hibrida. Kerjasama tersebut hanya berlaku untuk satu kali tanam, sehingga setia musim tanam kontrak selalu diperbarui lagi. Namun, lama kelamaan antara Pemkab dan PT. BISI tumbuh kepercayaan, sehingga kontrak kerjasama itu tidak langsung dilakukan Pemkab Nganjuk, melainkan cukup dengan Dinas Pertanian di kecamatan.
Pemkab Nganjuk menerima kontrak kerjasama dengan PT. BISI Kediri dalam mengembangkan usaha pembibitan tanaman pertanian, tidak lain sebagai wujud keinginan Pemkab Nganjuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani. Apalagi selama menjalani kontrak kerjasama tersebut, Pemkab sama sekali tidak mendapatkan keuntungan apa-apa termasuk sumbangan ke PAD. Karena itu Pemkab sangat terkejut ketika ada dua petani yang mencoba memanfaatkan ketrampilan yang didapatnya justru disalahkan PT. BISI dan bahkan diajukan kepengadilan. Atas munculnya kasus ini Pemda Kabupaten Nganjuk menilai PT. BISI telah mengingkari kesepakatan. Namun demikian, pada saat proses pengadilan, para petani tidak didampingi oleh Dinas Pertanian setempat maupun pengacara.
Proses pengadilan yang berlangsung selama 3 kali sidang, memutuskan Pak Tukirin dan  Pak Suprapto didakwa melakukan pembenihan illegal menggunakan teknik dari penangkaran benih milik PT BISI Kediri. Dalam putusannya pada tanggal 15 Februari 2005, majelis hakim yang diketuai oleh Makmun Masduki, SH, dan hakim anggota Saptono Setiawan, SH,MHm, dan Vonny Trisaningsih, SH menyatakan kedua petani ini melanggar pasal Pasal  61(1) “b”  junto  pasal 14 (1)  UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Sertifikasi atas benih di dalam Undang-undang No. 12 tahun 1992 dijelaskan dalam pasal 13,dan pasal 14.  Sangsi hukum bagi pelanggar ketentuan sertifikasi disebutkan pada  pasal 61. Kewajiban melalui sertifikasi diberlakukan pada benih dari varietas unggul yang telah dilepas dan akan diedarkan. Hal ini dijelaskan pada Pasal 13, yang berbunyi:
(1) Benih dr varietas unggul yang telah dilepas sebagaimana dimaksud dalam Psl 12 ayat (1), merupakan benih bina.
(2) Benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label.
(4) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara sertifikasi dan pelabelan benih bina diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
 Sedangkan mekanisme melepaskan benih hasil pemuliaan dijelaskan pada pasal 12 (1), yang berbunyi:  (1) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah.
Pasal 14  yang digunakan hakim PN Nganjuk untuk menghukum Pak Tukirin dan rekannya, berbunyi:
(1) Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Definisi sertifikasi benih sebagai disebutkan dalam pasal-pasal tersebut diatas, dijelaskan pada bagian Penjelasan pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), yang berbunyi:
(2) Sertifikasi merupakan kegiatan untuk mempertahankan mutu benih dan kemurnian varietas, yang dilaksanakan dengan:
a. pemeriksaan terhadap:
                       1. kebenaran benih sumber atau pohon induk;
                       2. petanaman dan pertanaman;
                       3. isolasi tanaman agar tidak terjadi persilangan liar;
                       4. alat panen dan pengolahan benih;
                       5. tercampurnya benih.
b. pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetik, fisiologis, dan  fisik.
c. pengawasan pemasangan label.
     (3) dimaksud dengan label adalah keterangan tertulis yang diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang akan diedarkan dan memuat antara lain tempat asal benih, jenis dan varietas tanaman, kelas benih, data hasil uji laboratorium, serta akhir masa edar benih.
Pelanggaran atas ketentuang diatas, dikenai sangsi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 61 ayat 1 huruf “b”, yang  berbunyi:
 (1) Barang siapa dengan sengaja:
  b. melakukan sertifikasi tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Dengan uraian dan penjelasan pada pasal-pasal tersebut diatas, maka perbuatan Pak Tukirin melakukan penanaman silang, tidak terkait sama sekali dengan  kegiatan sertifikasi sebagaimana didefiniskan dalam Penjelasan Pasal 13 ayat  (2) dan (3). 
Mengenai kewajiban melakukan sertifikasi atas benih dari varietas unggul yang telah dilepas dan akan diedarkan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 ditujukan kepada pemegang merek benih, yakni PT. BISI, anak perusahaan Charoen Pokphand Group asal Thailand.   Benih yang ditanam dan disilangkan oleh Pak Tukirin dan petani-petani lain adalah benih yang telah dilepas dan diedarkan oleh PT. BISI melalui agen dan kios-kios benih yang ada di Jawa Timur. Benih jagung hasil tanam Pak Tukirin yang kemudian digunakan untuk ditanam kembali tentunya tidak harus menempuh proses sertifikasi oleh karena bukan sebagai varietas baru, namun vaietas benih yang sama yang dilepas dan diedarkan oleh perusahaan.


Panduan analisis:
a.   Politik:
·         Bagaimanakah pembagian kuasa?
·         Siapa yang mengambil keputusan?
·         Siapa yang tidak diikutsertakan?
·         Siapa yang diuntungkan oleh keputusan-keputusan itu? Siapa yang dirugikan?
·         Bagaimana cara dan proses pengambil keputusan?
·         Golongan dan kelompok masyarakat manakah (baik formal maupun informal) yang mempunyai pengaruh politis?
·         Siapa yang memiliki dan mengawasi alat-alat kuasa (lembaga-lembaga hukum, polisi, tentara)? Peranan konstitusi?
·         Pola organisasi dan wibawa (kuasa) manakah yang dianut?
·         Dalam bentuk apa rakyat berpartisipasi dalam politik?
·         Apakah ada aliran-aliran politik yang berbeda-beda?
·         Siapa memperjuangkan ideologi mana dan tujuan politik mana?
·         Bagaimanakah hubungan antara negara dan agama-agama?
b.   Ekonomi:
·         Bagaimanakah produksi (organisasi, teknologi), perdagangan, pembagian dan konsumsi barang-barang dan jasa-jasa diatur?
·         Sistem dan kebijaksanaan ekonomi manakah yang diandalkan?
·         Bagaimanakah hubungan antara modal dan tenaga kerja?
·         Siapa yang diuntungkan oleh tata dan kebijakan ekonomi itu? Siapa yang dirugikan?
·         Apakah peranan uang, bunga uang, dsb?
·         Siapa yang menguasai sumber-sumber daya alam?
·         Bagaimanakah pembagian milik harta?
·         Siapa yang mempunyai sarana-sarana produksi (tanah, modal, teknologi, pendidikan)? Adakah konsentrasi kuasa ekonomi?
·         Apa akibat-akibat dari cara prduksi dan konsumsi bagi lingkungan hidup dan alam?
·         Sejauhmana ada pengaruh-pengaruh ekonomi internasional?

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: ANALISIS SOSIAL
Ditulis oleh Amar Suteja
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://pmii-rayon-dakwah.blogspot.com/2013/02/analisis-sosial.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Blog PMII Rayon Dakwah Komisariat Sunan Ampel Cabang Surabaya Di Desain Oleh Amar Suteja .