GERAKAN PEREMPUAN
Jumat, 22 Februari 2013
0
komentar
Oleh : Iedha Nafisah
Sejarah
perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena itu
terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan banyak hal. Yaitu dibentuk,
disosialisasikan, diperkuat bahkan
dikonstruksi secara sosial dan kulturan melalui ajaran agama maupun
Negara. Mengapa jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan gender?
Konsep
penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah
membedakan antara konsep sex (jenis kelamin) dan konsep gender
(konstruksi sosial). Pemahaman terhadap perbedaan antara konsep sex
dan gender sangat diperlukan untuk
melakukan analisis dan memahami persoalan-persoalan mengenai ketidakadilan sosial
yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya kaitan antara
perbedaan gender (gender difference) dan ketidak adilan gender (gender
inequlities) dengan struktur keadilan masyarakat secara lebih luas.
Perbedaan
anatomi biologis antara laki-laki dan perempuan cukup jelas akan tetapi efek
yang timbul akibat perbedaan jenis kelamin inilah meimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin
secara biologis (sex) melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya
terhadap jenis kelamin inilah yang disebut gender. Sesungguhnya atribut dan
beban gender tidak mesti ditentukan oleh atribut biologis. Jadi dapat dibedakan
antara pemilikan penis dan vagina sebagai peristiwa sosial budaya dan pemilikan
penis dan vagina sebagai peristiwa biologis. Yang pertama bisa disebut alat
kelamin biologi. (phisikal genital) dan yang kedua dapat disebut alat kelamin
budaya (cultural genital). Secara biologis memang alat kelamin adalah
konstruksi biologis karena bagian anatomi seseorang yang tidak terkait dengan
keadaan sosial budaya masyarakat (gender less). Akan tetapi secara
budaya alat jenis kelamin menjadi faktor paling penting dalam melegitimasikan
atribut gender seseorang. Begitu atribut jenis kelamin kelihatan, maka pada
saat itu konstruksi budaya mulai terbentuk. Atribut ini juga senantiasa
digunakan untuk menentukan hubungan relasi gender, seperti pembagian fungsi,
peran dan status dalam masyarakat.
- Definisi Gender Menurut Tokoh
- Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus Inggris-Indonesia, kata gender berasal dari bahasa Inggris, gender berarti jenis kelamin.
- Didalam women studies encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep cultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laiki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
- Kantor menteri urusan peranan wanita dengan ejaan : “gender”. Gender diartikan sebagai interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan karya yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Dari
berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan sex dan gender
yaitu, sex merupakan jenis kelamin berdasrkan anatomi biologis yang tidak bisa
dipertukarkan dan dirubah kecuali dengan operasi. Sedangkan gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi sosial budaya.
· Manifestasi ketidakadilan Gender
Yang
menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan
gender bagi kaum laki-laki terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan gender
termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yakni:
1.
Marginalisasi
Ada
beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses
marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender. Dari segi sumbernya bisa
berasal dari kebijakan pemerintah, keyakian, fagsir agama, keyakinan tradisi
dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
2.
Gender dan Subordinasi
Pandangan
gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa
perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil
memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang
suboordinatif,
3.
Gender
dan Streotip
Secara umum
stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu.
Contoh perempuan penggoda, perempuan malam, dsb.
4.
Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence)
adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas
mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesame manusia pada dasarnya
berawal dari berbagai sumber, namun jelas suatu kekerasan terhadap suatu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh
bias gender.
5.
Gender dan Beban Kerja (Double Barden)
Adanya
anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak
cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan
domestic rumah tangga menjadi tanggungjawab perempuan.
·
Historisitas
Gerakan Perempuan Di Indonesia
Sejak
dahulu telah ada orang-orang yang memberi perhatian pada nasib wanita, yang
dianggap perlakukan tidak adil dalam masyarakat maupun dalam keluarga dibanding
pria. Tetapi dimanapun masih dirasakan adanya ketimpangan dalam pengakuan dan
penghargaan terhadap wanita dari pada
pria. Pada abad 18 di perancis muncul gerakan wanita, gerakan itu didorong oleh
ideology pencerahan (Aufklarung) yang menyatakan rasio (akal). Semua manusia,
pria dan wanita pada dasarnya adalah makhluk rasional maka penting adalah
pendidikan untuk meningkatkan kecerdasannya. Kecerdasan dianggap syarat mutlak
untuk membangun masyarakat yang sejahtera. Mereka menuntut hak wanita sejajar
dengan pria (Equality) dibidang politik, kesempatan memperoleh pendidikan,
perbaikan dalam hukum perkawinan dan
lain sebagainya. Revolusi tahun 1789 tidak banyak memberi keuntungan kepada
wanita, bahkan perkumpulan-perkumpulan wanita dilarang dan dalam hukum perdata
yang disusun oleh pemimin-pemimpin revolusi dan disahkan oleh Napoleon I
menunjukkan rendahnya kedudukan wanita.
Sejarah
gerakan wanita di Indonesia
menunjukkan kemiripan dengan gerakan wanita di Negara-negara yang pernah
mengalami penjajahan oleh Negara-negara barat. Di Indonesia, prose situ sudah
menjelma pada abad ke-19 (pra kemerdekaan) dalam bentuk peperangan di banyak
daerah dibawah pimpinan para raja atau tokoh-tokoh. Dalam peperangan tersebut
dikenal beberapa tokoh wanita antara lain : Martha Grhistina Tiahahu, Cut
Meutia, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang. Bentuk perlawanan tersebut bersifat konfrontatif.
Pada
abad 19 berawal dari politik etis Belanda mempunyai inisiatif untuk membalas
budi atas tanah jajahannya dengan cara memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia.
Akan tetapi. Kesempatan memperoleh pendidikan hanya terbatas pada
golongan-golongan tertentu saja. Kartini yang karena pergaulannya dan
korespondensinya dengan orang-orang belanda, memperkuat pemikirannya bahwa
pendidikan sangat penting untuk kemajuan
bangsa.
Pada
masa itu politik etis juga tidak menguntungkan bagi perkembangan dan kemajuan
perempuan. Ternyata dari program edukasi Belanda yang mampu mengaksis
pendidikan hanyalah kaum elit, penguasa dan priyayi. Hal ini dipengaruhi oleh
kuatnya feodalisme dan budaya patriarki yang diyakini oleh kaum yang berkuasa
waktu itu. Lagi-lagi perempuan tidak mendapat kesempatan sedikitpun untuk
mengakses pendidikan.
Berangkat
dari kondisi seperti itulah tokoh perempuan kartini tergugah nurannya untuk
melakukan penyadaran, perlawanan dan perubahan system yang berlaku yaitu dengan
menuntut akses pendidikan yang sama bagi perempuan. Selain itu dia juga
mendirikan sekolah-sekolah ketrampilan bagi kaum perempuan pada masa itu,
meskipun banyak mendapat perlawanan dari kaum penjajah.
Semenjak
itu banyak bermunculan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia, diantaranya adalah :
·
pada tahun 1912-19328 berdiri organisasi perempuan
bernama Putri Mardika. Organisasi ini menuntut akses pendidikan yang lebih adil
antara laki-laki dan perempuan serta
menuntut keadilan posisi serta peran laki-laki dan perempuan dalam rumah
tangga.
·
Pada akhir tahun 1920-an pola gerakan wanita lebih
diorientasikan pada wilayah politik. Isu yang mereka bawa adalah menuntut
partisipasi perempuan dalam kancah politik dan keterlibatan perempuan dalam
pengambilan keputusan.
·
Tahun 1928-1935 muncul organisasi Perikatan
Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang merupakan bentukan dari hasil
Kongres Perempuan Indonesia
yang diadakan pada tanggal 22 Desember. Corak gerakan yang ada cendrung sosialis-nasionalis.
Mereka mengangkat isu-isu seputar perlindungan wanita dan anak-anak dalam perkawinan,
mencegah perkawinan anak-anak, menuntut pendidikan bagi anak-anak, dan
kedudukan wanita dalam perkawinan.
·
Pasca kemerdekaan (1945-1946) corak serta
karakteristik gerakan perempuan masih berkuat pada wilayah sosial
(terutama perbaikan nasib perempuan) dan perjuangan melawan penjajah. Ini
diperkuat dengan munculnya WANI (wanita Indonesia) dan KOWANI (kumpulan
dari beberapa organisasi perempuan). Isu yang diangkat menuntut dan
mempertahankan keadilan sosial.
Kemudia,
baru pada sekitar tahun 1950-1965 organisasi perempuan terjun dipergerakan
nasional. Mereka konfrontatif dengan penjajah. Dalam artian, mereka langsung
terjun digaris perlawanan melawan penjajah. Salah satu diantaranya adalah
GERWIS. Organisasi ini berdiri tahun 1950 dengan isu gerakan orientasi
pendidikan yang lebih terhadap perempuan, dan menyediakan fasilitas penitipan
anak. Proses selanjutnya GERWIS, pada tahun 1954 berubah nama menjadi GERWANI. Orientasi gerakab berubah kearah
politik. Isu yang dibawa pun lebih banyak menuntut partisipasi perempuan
didalam parlemen, menuntut suara perempuan di parlemen, pembentukan organisasi
perempuan, dan menuntut hukum perkawinan. Ternyata dalam prosesnya GERWANI
mampu menunjukkan eksistensinya dengan keberhasilannya mampu memobilisir massa (organisasi-organisasi perempuan) dan satu-satunya
perempuan terbesar waktu itu dengan jumlah anggota (kurang lebih satu juta massa). Dan GERWANI mampu
menjadi pelopor gerakan perempuan di bidang politik. Sampai kemudian tibalah
masa demokrasi terpimpin (pergantian pucuk kekuasaan Orde lama ke Orde baru),
yang berimplikasi pada pengjancuran gerakan permpuan (GERWANI) pada tahun 1965. sejak itulah gerakan
perempuan tidak pernah terdengar lagi gaungnya. Gerakan perempuan seperti hilang
ditelan masa. Karena sejak Kemokrasi. Terpimpin mengabil alih gerakan perempuan
ditarik, dikoordinasikan dan disatukan kewilyah domestic. Disini ada
semacam domestikasi gerakan. Orientasi gerakan diarahkan pada
wilayah-wilayah domestic. Walaupun telah berdiri organisasi-organisasi seperti
IDHATA Ikatan Dharma Wanita), akan tetapi fungsi dari pada organ tersebut hanya
sebagai wadah perkumpulan para
perempuan-perempuan atau istri dari pada kepala desa, lurah, polisi
serta pejabat. Wilayah garapanpun hanya
pada masalah keperempuanan yang sifatnya domestic. Tidak pernah sekalipun menyoroti masalah sosial kemasyarakatn
ataupun politik. Akan tetapi masih ada
sisa-sisa dari gerakab perempuan (KOWANI) yang berhasil meng’gol’kan UUD perkawinin dan
UUD ketenagakerjaan (memperjuangkan nasib buruh wanita) pada tahun 1974.
kemudian baru pada Revormasi (1998), sentralnya pada masa kepemimpinan GusDur
(sampai sekarang), banyak munculnya LSM-LSM dan PSW yang diberi hak penuh untuk
berkreasi dan mengeluarkan pendapat, terutama bagi organisaai perempuan yang
selama ini hak berbicara dan berpolitiknya dipasung. Orientasi LSM perempuan
dan PSW (Pusat Study Wanita) lebih mengarah
pada program pendampingan masyarakat (realitas sosial). Dan ada sebuah
organisasi perempuan yang intens menyikapi serta mengkritisi kebijakan
pemerintah, yaitu KPI (Koalisi Perempuan Internasional).
Perlu
diingat bahwa pergerakan (perempuan) tidak hanya melulu berkutat pada orientasi
keperempuanan. Ada
persoalan yang lebih makro lagi untuk diperjuangkan bisa lepas dari pergerakan
secara umum. Karena kita adalah bagian kecil dari kelompok manusia yang bernama
masyarakat. Dalam bergerak, kita memposisikan diri sebagai manusia yang
berusaha memperjuangkan sesuatu yang patut untuk diperjuangkan. Dengan tapa
melihat jenis kelamin serta asal-usul. Jika kita sebagai kader PMII sudah bisa
memmanifestasikannya dalam diri dan kemudian pada orang lain, berarti kita
sudah mampu melaksanankan konsep nilai-nilai ASWAJA (Tawassuth, Tawazun (
Taa’du dn Tawazun) dan NDP.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: GERAKAN PEREMPUAN
Ditulis oleh Amar Suteja
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://pmii-rayon-dakwah.blogspot.com/2013/02/gerakan-perempuan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Amar Suteja
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar