Strategi Pengembangan PMII Dalam Upaya Penguatan Kader

Posted by Amar Suteja Jumat, 22 Februari 2013 0 komentar


PMII dan Transformasi Sosial.
Perubahan yang terjadi di sistem politik Indonesia, mengakibatkan perubahan pula pada prilaku sosial kemasyarakatan. Hal tersebut menuntut pada elemen pergerakan untuk melakaukan transformasi nilai dan wacana dalam upaya melakukan penyembangan terhadap perubahan tersebut. Adanya tranformasi merupakan kesepakatan dan pilihan kata di dalam pergerakan PMII. Transformasi adalah cara untuk melakukan perubahan mulai dari pola pikir diri sendiri sampai pada tingkat tindakan (action). Munculnya orientasi strukturalis sebagai upaya melakukan pendekatan gerakan telah lama ditinggalkan oleh pergerankan. Paradigma pembangunan (development) yang menjadi sentral pemberdayaan masyarakat telah menjadi fosil, dikarenakan telah terbukti bahwa ideologi pembangunan telah mengakibatkan manusia menjadi sangat rakus dan menghancurkan struktur (kelas) sosial kemasyarakatan (kemiskinan, keterbelakangan kerusakan lingkungan dan tindak kekerasan).
Adanya dinamika pola berpikir strukturalis menjadi sandaran utama dalam pergerakan. Sehingga ada kesan “menghilangkan” esensi dalam pergerakan itu sendiri, ini muncul belum bisa memahami strukturalis itu sendiri. Munculnya wacana tentang perubahan yang mengalir deras bagai air terjun yang turun dari ketinggian 1000 kaki gunung. Paradigma yang berkembang adalah paradigma dengan menumbuhkan dinamika kebudayaan sebagai pisau analisis. Dinamika kebudayaan didasarkan pada kerangka berpikir yang dijadikan dasar pijak (product of life) dari dinamika sosial ekonomi, politik, budaya yang berkembang pada masyarakat. Kebudayaan sebagai product of life ini pada tingkat gagasan (ide) akan mengatur nilai-nilai. Pada level ini culture menjadi producer atau ruler of life (mengatur kehidupan ini secara kuat).
Dalam kebudayaan masyarakat ada dua sisi kebudayaan.  Pertama, material culture (kebudayaan material). Contohnya; hasil tehnologi. Kebudayaan ini adalah produk-produk yang bernuansa fisik, dan cirinya mudah dirubah atau tergantikan. Kedua, immaterial culture. Kebudayaan selain material ini adalah produk-produk yang bernuansa non fisik. Cirinya sangat sulit berubah atau tergantikan. Contohnya; nilai-nilai atau norma-norma (social values, social norms, social institution, social organization, dan social assosiation).
Dalam konteks perubahan dua sisi ini akan menjadi perdebatan secara terus menerus. Begitu juga dalam konteks perubahan yang ingin dilakukan oleh PMII, eksplorasi untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan konteks jaman berjalan dengan dinamis. Produk yang menjadi ruler of life PMII ini adalah hasil pertemuan budaya antara mistisisme, tradisionalisme dan modernisme,  Produk ini mengalir deras dalam gerak langkah warga PMII.
Dalam upaya memberikan strategi pengembangan yang jitu dan berpengaruh besar terhadap publik adalah dimilikinya berbagai sandaran pendukung yang memadai. Masalah sosialisasi menjadi sangat penting untuk menetaskan wacana agar tersebar dan berkembang di masyarakat. Kekuatan ataupun produk apapun yang dipunyai oleh suatu institusi atau komunitas tertentu tidak akan mampu mengalir ataupun tertransformasikan kepada sasaran tanpa adanya sosialisasi.
Mengenai sosialisasi beberapa perangkat yang dibutuhkan adalah; Pertama, tersedianya SDM yang berkualitas. Dalam perspektif sosiologis gambaran warga PMII bisa dilihat dari dua hal. Warga PMII yang secara tradisi, kultur dan ritualnya kental dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama dan warga PMII yang secara tradisi, kultur dan ritualnya kurang atau malah sama sekali tidak bersentuhan dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama. Dalam perspektif pendidikan terbelah dalam dua hal. Warga PMII yang dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi berada di dalam lingkungan sekolah agama atau pesantren, dan warga PMII yang dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi berada di dalam sekolah umum. Kekuatan disiplin ilmu akademis warga PMII yang dominan adalah disiplin  ilmu-ilmu sosial. Sedangkan disiplin ilmu-ilmu eksakta masih sangat kurang.
Realitas terhadap gambaran ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan wajah gerakan PMII dan orientasi pengembangan yang dilakukan. Dominasi disiplin ilmu-ilmu sosial sangat berpengaruh dalam cara pandang, titik pijak filosofis dan teologis, serta pokok-pokok program yang direncanakan. Dalam konteks pencerminan suatu perubahan yang diinginkan, apapun yang dihasilkan oleh warga PMII merupakan hasil serius dari upaya memberikan suatu tatanan dalam keorganisasian yang lebih baik. Adanya ruang yang begitu luas untuk melakukan aktualisasi diri telah menghasilkan suatu komunitas yang kritis, apresiatif dan dinamis, baik dalam melakukan eksplorasi pemikiran maupun dalam parktis gerakan yang dilakukan.
Gambaran akan realitas yang berkembang ini tumbuh dari adanya sumber motivasi kekuatan kultur, tradisi, disiplin pendidikan, yang dikombinasikan dengan kekuatan-kekuatan baru yang digali dari pemaknaan ulang atas teori, nilai, bangunan cultur dan tradisi, serta kekuatan filosofis dan teologis didukung dengan sumber teori dan nilai baru yang sedang berkembang. Pemangkasan ikatan cultural dan struktural yang dianggap tidak berkesuaian dengan kekinian telah menumbuhkan banyak perubahan dan pembaharuan.
Kedua, Struktur yang kuat. Struktur adalah jaringan tatanan, hubungan-hubungan yang sifatnya vertikal dan horisontal. Dalam kerangka berorganisasi struktur itu penting artinya. Tetapi struktur tidak akan ada artinya kalau tidak dibangun suatu sistem yang baik. Struktur dan sistem adalah dua nama yang sama pengertiannya atau sama barangnya. Struktur adalah sistem dalam keadaan diam, sedangkan sistem adalah struktur yang bekerja. Organisasi tidak akan bisa berjalan tanpa adanya struktur. Struktur tidak akan bekerja dengan baik kalau tidak tersistem dalam mekanisme yang dinamis. Dalam hal ini apabila suatu organisasi (institusi) berkeinginan untuk mensosialisasikan ide-idenya, maka kebutuhan akan struktur/institusi yang kuat sangat dibutuhkan. Menafikan keberadaan struktur sama artinya dengan membuyarkan nilai-nilai yang dimilikinya tersosialisasikan kepada sasaran yang diharapkan.
Ketiga, Strategi dan taktik. Strategi dan taktik harus dimiliki oleh suatu organisasi agar sosialisasi bisa merembes kepada sasaran yang diharapkan. Strategi adalah cara yang harus dilakukan untuk memobilisasi kekuatan (forces mobilization).  Forces mobilization hanya akan bisa dilakukan kalau focus (memfokus). Fokus akan digunakan untuk core competence. Core competence digunakan untuk menjadi pemenang (winner). Strategi lebih menyangkut cara yang lebih konsepsional (atau dengan kata lain cara umum). Sedangkan taktik lebih menyangkut praktik lapangan.
Dari ketiga masalah tersebut di atas, harus juga diperhatikan tiga aspek penting yakni; pertama, lingkungan (environment), Desain produk-produk yang kita miliki sebenarnya telah benar (pilihan gerakan), persoalannya adalah bagaimana kita mengantisipasi suatu kebutuhan lingkungan. Kedua, mission. Mission menyangkut masalah-masalah yang akan kita sampaikan. Ketiga, competition. Kompetisi. Adalah bagaimana kita bisa bersaing dengan kekuataan-kekuatan lain untuk mempertaruhkan produk-produk yang kita miliki. Apabila dalam persaingan tersebut kita mendapatkan respons yang baik, maka kita akan menjadi pemenang. Tiga hal yang tersebut di atas akan terkait dengan proses sosialisasi yang kita lakukan. Permasalahannya, apakah sosialisasi itu sudah sesuai dengan kenyataan?, sesuai satu sama lain? dipahami dalam suatu organisasi? ataupun bisa diuji secara terus-menerus?.
Kebutuhan-kebutuhan untuk mendapatkan suatu makna yang sangat berarti dalam berorganisasi adalah bagaimana bisa mensosialisasikan segala bentuk produk-produk kita ke dalam masyarakat, sekaligus bagaimana institution mendapatkan penghargaan sebagai agent of social change serta bagimana warga (anggota) mendapatkan inspirasi dari organisasi dan organisasi bisa memberikan manfaat kepada dirinya.
Semuanya itu membutuhkan rekayasa untuk mencapainya. Pencapaian itu hanya bisa dilakukan apabila ruler of life terbangun dengan baik menyangkut visi, misi, orientasi, kualitas SDM, keberadaan struktur dan sistemnya, serta dukungan strategi dan taktik yang baik. Kekuatan-kekuatan yang harus dimiliki ini dimaksudkan untuk mendorong eksistensi nilai-nilai yang dicita-citakan agar tidak hanya berada dalam kerangka abstrak (melangit) tetapi juga bisa dibumikan dengan implementasi praktis yang mendukung pemberdayaan warga PMII khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan melihat perspektif ini upaya perubahan yang dipercepat (intended planned) bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Fokus Kebijakan Pengembangan Organisasi
Ada tiga dasar dalam membangun gerakan yang terorganisir adalah meliputi; kekuatan pasar yang bisa melayani kebutuhan konsumen (warga), adanya media yang bisa digunakan untuk menampung semua aktifitas dan sebagai media sosialisasi pada konsumen (warga) dan potesi sumber daya alam yang bisa untuk dijadikan infrastruktur yang memadai. Dari ketiga unsur tersebut harus diberlakukan kemungkinan instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut di atas oleh factor ekternal (kebjakan politik makro).
Kenyataannya, kebijakan yang menyangkut tiga sendi dasar ini di PMII sifatnya sangat bias. Misalkan; Tidak ada agenda yang terencana dari aktifitas yang dilakukan (dari tingkat Rayon sampai Pengurus Besar), tidak bisa dinilai sejauhmana PMII telah mampu memberikan penguatan kepada warga (wacana, praksis gerakan dan, solusi pemberdayaan warga), tidak berfungsinya sandaran sistem nilai (rule of law) sebagai sandaran berorganisasi (AD ART, NDP, PO-PO, dan lainnya), mekanisme administrasi yang kacau, desentralisasi pada tingkat pengurus cabang (cendem) yang mengakibatkan ketidak jelas aturan-aturannya, strategi gerakan yang mengambang, serta tidak ada kesesuaian pola gerakan, strategi dan pilihan gerakan.
Kondisi-kondisi ini akan menempatkan organisasi dalam situasi mengambang, tidak jelas, dan tidak berprospek serta tidak mempunyai daya tahan diri menghadapi masalah-masalah dari dalam organisasi sendiri dan dari luar organisasi. Bias dari kebijakan yang mengambang akan menjadi penghambat upaya memberdayakan wrga dan menghilangkan daya kompetisi di hadapan publik.

Instrumen Kebijakan Sisi Penguatan Pasar
Kebijakan menyangkut sisi pasar harus dianggap serius. Pasar adalah tempat di mana kita bisa menjajakan produk-produk kita, baik itu produksi wacana ataupun SDM di hadapan publik. Kita sering beranggapan atau berdalih diri bahwa wacana kita adalah sangat progresif, dinamis, dan inklusif. Namun demikian, keberadaan wacana ini baik di tingkat internal komunitas kita ataupun di luar kita “kurang” banyak mempengaruhi perubahan sosial ataupun masyarakat. Kita juga sering menyatakan bahwa SDM kita mempunyai kualitas yang tinggi. Namun demikian yang terlihat keberadaan SDM kita masih belum termanfaatkan dengan baik.
Kebutuhan pasar adalah adanya keseimbangan antara kebutuhan lingkungan di luar kita dengan apa yang kita miliki. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan lingkungan menyangkut apa yang sedang terjadi, apa yang sedang berkembang, apa yang sedang diinginkan, serta apa yang harus diselesaikan. Kalau misalkan saat ini kita menghadapi krisis sosial-politik dan sosial-ekonomi, berarti yang harus kita lakukan adalah menyediakan perangkat pra-kondisi untuk ikut menyelesaikan dua persoalan di atas. Perangkat ini harus sesuai dengan realitas dan kebutuhan lingkungan (masyarakat) Ini menyangkut problem lingkungan penyelesaian
Apa yang kita miliki terlihat masih berputar-putar di lingkungan sendiri. Produksi kita belum terakses dan menjadi garda ataupun menjadi sandaran cara pandang masyarakat. Gerakan-gerakan kita masih belum menampakkan bobot untuk secara serius dan “ambisius” merebut pasar. Pasar ideologi, pasar wacana, pasar profesi, pasar intelektual, pasar pers, pasar politik, pasar ekonomi, pasar LSM, dan lainnya belum kita garap dengan baik untuk memiliki royaltinya.
Sebenarnya, kita telah memiliki dua kebutuhan dasar (wacana dan SDM) yang bisa ditransformasikan dan bersaing dimanapun dan dengan siapapun. Padahal apabila keduanya ingin eksis, maka harus direkayasa hingga menjadi kekuatan yang mampu bersaing dengan siapapun. Kita harus membangun jaringan, menciptakan kemungkinan-kemungkinan pasar yang bisa diakses, sekaligus menyediakan produk-produk yang berkualitas.
Instrumen Kebijakan Sisi Media Sosialisasi.
Media adalah kata yang mempunyai pengertian tempat (wadah). Dalam konteks kita, media adalah wadah pergumulan untuk membangun keberadaan diri dan aktualisasi diri. Membangun keberadaan diri berarti bentuk pengajaran untuk memahami perubahan, mengerti nilai-nilai luhur, membangun ideologi, latihan membuat agenda dan pemecahan masalah, dan ketrampilan. Aktualisasi diri berarti memasarkan kemampuan diri, menjaring kekuatan-kekuatan lainnya agar mengikuti kita, dan memberikan pengaruh terhadap kehidupan publik.
Ada dua sisi penyiapan media untuk mendukung pergumulan kita. Pertama, menyangkut pergumulan untuk membangun keberadaan diri. Ini bersifat internal, di mana institusi harus menyediakan perangkat-perangkat media yang mendukung dan memadai.  Media ini harus mampu mengakomodir kebutuhan dan keinginan warga. Warga PMII adalah orang yang latarbelakangnya bermacam-macam dengan keinginan yang juga berbeda-beda. Ada yang concern ke politik, gerakan, ekonomi, profesi, intelektual, LSM, agamawan, hukum, birokrasi, militer, dan lainnya. Sebagai upaya untuk membangun kualitasnya harus disediakan media yang mampu memberikan pengajaran kepada mereka. Media ini bisa berbentuk informasi, pendidikan, pelatihan, penugasan, dan lainnya.
Kedua, menyangkut aktualisasi diri. Proses pergumulan untuk membangun keberadaan diri tidak ada artinya kalau tidak didukung dengan penyediaan media untuk aktualisasi diri. Ini bersifat eksternal, di mana institusi harus ikut terlibat memberikan jalan dan pemecahannya. Media ini harus mampu memberikan jalan untuk ajang aktualisasi warga. Keinginan pada aspek tertentu dan kemampuan pada disiplin tertentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena ini menyangkut eksistensi dan masa depan warga. Warga tidak hanya diberdayakan melalui proses pengajaran saja, tanpa dibantu untuk aktualisasinya. Keduanya harus dipikirkan dan dibangun secara serius.
Selama ini media di mana kita membangun jati diri, gerakan, dan aktualisasi diri terkesan sangat sempit. Media membangun wacana gerakan, implementasinya masih sangat fragmentis dan instan, belum sampai menusuk langsung pada kebutuhan riel warga dan masyarakat. Media untuk mempengaruhi masyarakat dan membuat perubahan hanya kita lakukan melalui gerakan di jalanan, konperensi pers (siaran pers), dan kegiatan-kegiatan instan. Padahal jalur-jalur untuk mengaplikasikan semua produk PMII (SDM dan wacana) masih sangat luas dan bermacam-macam. Padahal kita ingin wacana dan SDM kita mampu terakses di dalam kehidupan publik.
Sebagai upaya penguatan pada aspek media ini harus dilakukan suatu kebijakan  yang mengarah pada pemberdayaan warga. Pada konteks internal, internalisasi nilai-nilai, sistem perkaderan, informasi, pelatihan-pelatihan, menciptakan ruang-ruang pergumulan dan kegiatan-kegiatan, dan lainnya harus difasilitasi dan digarap secara serius sebagai wadah pergumulan membangun keberadaan diri.
Di samping itu juga harus difasilitasi dan disediakan jalan untuk aktualisasinya, dengan cara membangun kemitraan dan jaringan pada semua aspek kehidupan. Kunci sukses sosialisasi adalah apabila produk-produk kita mampu diterima oleh konsumen secara efektif, cepat dan dengan cosh murah. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk aktualisasi diri Pertama melalui media publik. Media publik yang sering kita gunakan adalah  forum-forum seminar, pelatihan-pelatihan, unjuk rasa di jalanan, siaran pers. Kita lupa bahwa ada media yang sebenarnya include dengan gerakan kita yakni; masjid, mushola, dan majlis ta’lim dan lainnya. Media ini sangat efektif, murah, dan cepat diterima. Kenapa, karena selain organisasi kita adalah organisasi keagamaan, juga masyarakat kita adalah masyarakat yang mistis dan religius. Pendekatan dengan bahasa agama akan lebih cepat diterima. Terlebih ada banyak Ormas-ormas kepemudaan yang berwarna keagamaan dalam beberapa tahun terakhir ini besar dengan menggunakan media ini, contohnya KAMMI yang fenomenal di PT-PT umum.
Kedua, melalui proses rekayasa memasukkan warga kita ke semua jalur, yakni merekayasa bagaimana seseorang menjadi birokrat, akademisi, intelektual organik, pengusaha, wartawan, praktisi hukum, tehnolog, politisi, pekerja sosial, dan lainnya. Rekayasa untuk memasukkan dan menjadikan ini dimungkinkan terjadinya sosialisasi produk nilai-nilai kita bisa tersebar melalui kekuatan-kekuatan mereka. Hal yang sama juga terjadi manakala kita memperkuat jejaring dengan semua elemen di luar PMII atau bahkan dengan Alumni. Komunikasi untuk yang terakhit ini penting digagas atau dihidupkan kembali.
Dengan upaya memperkuat media sebagai tempat sosialisasi nilai, pembangunan diri, dan aktualisasi diri ini, kita akan bisa mempengaruhi dengan mudah perubahan sosial dan sistem sosial yang ada.
Instrumen Kebijakan sumber Daya Alam
Infrastruktur adalah kata yang meliputi infrastruktur lunak (perangkat visi, misi, orientasi, nilai-nilai, jaringan, strategi, taktik dan SDM) dan infrastruktur keras (struktur, perangkat kantor, alat telekomunikasi, sistem administrasi, data dan arsip, dana, dan lainnya). Keduanya harus seimbang. Pada sisi infrastruktur atau perangkat lunak kita sudah lebih dari memadai, tetapi sebaliknya pada sisi infrastruktur atau perangkat keras sangat tidak memadai. Padahal infrastruktur lunak yang kita punyai tidak akan berarti apa-apa kalau tidak didukung dengan infrastruktur kerasnya.
Untuk menciptakan suatu organisasi yang baik, kuat dan solid serta terorganisir, sangat mustahil kalau kondisi organisasi kita masih seperti sekarang ini. Harus ada usaha untuk penyelarasan lebih lanjut untuk menyeimbangkan kondisi kita ini. Dinamisasi organisasi tidak hanya dilihat dari aspek manusianya, ataupun konsepsi, struktur, sistem, strategi, dan taktiknya saja, namun juga harus dilihat sejauhmana kantor, alat komunikasi, administrasi, arsip, data, dana dan lainnya ikut mendukung. Kelemahan disatu sisi akan membuat organisasi tersebut menjadi timpang.
Persoalan kita saat ini adalah menyangkut penguatan pada aspek infrastruktur (perangkat) keras. Bagaimana ini bisa dipecahkan, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan. Kadang kita menyayangkan adanya kekayaan infrastruktur lunak tidak bisa tertransformasikan dengan baik dikarenakan perangkat-perangkat kerasnya tidak mendukung. Misalnya koordinasi yang tidak lancar, penyebaran informasi yang tidak sampai ke cabang-cabang, pengejawantahan sosialisasi nilai-nilai mengalami hambatan, dan lainnya.
Organisasi kita memang organisasi publik, bukan organisasi bisnis. Ini bukan berarti kita melupakan keberadaan infrastruktur kerasnya sebagai upaya mendukung infrastruktur lunak. Upaya yang bisa dilakukan oleh kita adalah berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi kemiskinan dalam aspek penyediaan perangkat keras tersebut. Input (Man, Money, Material, Methode) yang kita punya akan berpengaruh besar pada proses (pengorganisasian, kaderisasi) serta out-put (kader yang matang, wacana yang dikembangkan) yang kita hasilkan.
Upaya Membangun Strategi Pengembangan PMII
Gambaran tersebut, membutuhkan pemecahan masalah secara serius. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membangun strategi yang memadai. Cita-cita kita adalah bagaimana PMII ini eksis dan mampu berinteraksi dengan perubahan sosial. Upaya ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Strategi adalah cara yang harus dilakukan untuk memobilisasi kekuatan (forces mobilization) secara efektif. Strategi mengarah pada  upaya untuk memenangkan suatu pertarungan (kontestasi). Nilai perjuangan kita adalah membangun masyarakat yang memiliki kekuatan dan jejaring untuk merancang perubahan ke arah yang lebih baik sebagai langkah untuk memberikan penguatan kepada warga. Strategi kultural dengan mengedepankan aspek kebudayaan, kemanusiaan, kebebasan, dan egalitarian adalah untuk memahami nilai perjuangan sebagai rule of law yang religius dan humanistik.
Upaya membangun strategi yang memadai harus menjawab semua pokok masalah baik itu yang dimiliki PMII ataupun yang terjadi dilingkungan sekitar. Pilahan-pilahan strategi yang bisa diangkat adalah menyangkut persoalan yang bersifat internal maupun eksternal. Persoalan internal meliputi; pemberdayaan dan membangun kualitas SDM, media sosialisasi yang efektif, penguatan struktur dan infrastruktur. Persoalan eksternal meliputi; penguatan jaringan, membangun kemitraan, menyiasati pasar, serta peran dan posisi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengembangan strategi internal dapat disimpulkan pada dua hal, pertama, penguatan SDM dan kedua, penguatan institusi. Penguatan SDM lebih pada pembangunan eksistensi diri. Ini bisa dilakukan apabila kebebasan akademik dan wacana yang dikembangkan atau kemungkinan untuk mencari alternative-alternative berjalan dan sangat mendukung. Sedangkan penguatan institusi lebih pada membangun lembaga sebagai sandaran pendukung bagi SDM untuk beraktualisasi. Institusi yang tidak kuat dan tidak memadai sebagai sandaran pendukung, maka akan menampakkan kebopengan gerakan. Institusi akan terengah-engah mengakomodir kebutuhan dan keinginan warga PMII.
Pengembangan Strategi eksternal adalah menyangkut bagaimana menghadapi situasi di luar organaisasi. Banyak hal yang harus dijawab untuk mengatasi persoalan-persoalan dilingkungan sekitaran. Pengembangan strategi eksternal dapat disimpulkan dibagi dua hal, pertama, yang bersifat strategi organisasi, Strategi organisasi adalah bagaimana organisasi memberikan suatu strategi dan pemecahan masalah menyangkut kondisi-kondisi internal organisasi dan eksternal organisasi. Pemecahan internal organisasi adalah memberikan penguatan organisasi agar bisa berkompetisi dan eksis. Pemecahan eksternal organisasi adalah bagaimana membangun jaringan baik taktis maupun strategis, bagaimana membangun kemitraan, dan bagaimana memberikan pemecahan masalah-masalah sosial (masalah politik, ekonomi, hukum, dll).
Kedua yang bersifat strategi pengembangan warga PMII. Strategi pengembangan warga PMII adalah bagaimana warga PMII eksis dan mampu beraktualisasi. PMII tidak hanya mampu memproduksi konsepsi-konsepsi, wacana-wacana, dan paradigma gerakan yang ada dikepala kita masing-masing. Dibutuhkan hasil karya-hasil karya yang siap dipasarkan. Pengupayaan ini akan bisa dilakukan kalau ada fasilitas yang mendukungnya.
Strategi pengembangan organisasi kita masih banyak membutuhkan pembenahan-pembenahan. Pembenahan-pembenahan ini menyangkut pembenahan institusi, dan pembenahan pola gerakan.
Prasarana Pergerakan
Kebutuhan pergerakan dalam merealisasikan berbagai program-programnya bisa dilakukan apabila perangkat-perangkatnya memadai. Perangkat ini meliputi dua hal yakni; perangkat lunak yang berkaitan dengan SDM dan konsep (wacana) yang menjadi kekuatan mainstream pergerakan ataupun perangkat keras yang meliputi institusi dan struktur organisasi sebagai kekuatan untuk mensosialisikan sebagai sesuatu yang kongkrit. Melihat keberadaan dua kebutuhan tersebut yang tergambar dalam wajah PMII, ternyata masih banyak yang harus diperbaiki.
Menyangkut SDM sebagai basis utama berkembangnya PMII. Dalam perspektif sosiologis gambaran warga PMII bisa dilihat dari dua hal. Warga PMII yang secara tradisi, kultur dan ritual  kental dengan nilai-nilai Nahdlatul Ulama dan warga PMII yang secara tradisi, kultur dan ritual kurang atau malah sama sekali tidak bersentuhan dengan nilai-nilai Nahdlatul Ulama. Dalam perspektif pendidikan terbelah dalam dua hal. Warga PMII yang dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi berada di dalam sekolah agama, dan warga PMII yang dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi berada di dalam sekolah umum. Kekuatan disiplin ilmu akademis warga PMII yang dominan adalah disiplin  ilmu-ilmu sosial. Sedangkan disiplin ilmu-ilmu eksakta masih sangat kurang.
Realitas terhadap gambaran ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan wajah gerakan PMII dan orientasi pengembangan yang dilakukan. Dominasi disiplin ilmu-ilmu sosial menurun dalam cara pandang, titik pijak filosofis dan teologis, nilai-nilai yang menjadi pijakan, dan pokok-pokok program yang direncanakan. Gambaran ini berasal dari sumber motivasi kekuatan kultur, tradisi, disiplin pendidikan, yang dikombinasikan dengan kekuatan-kekuatan baru yang digali dari pemaknaan ulang atas teori,nilai, bangunan cultur dan tradisi, serta kekuatan filosofis dan teologis didukung dengan sumber teori dan nilai baru yang sedang berkembang. Pemangkasan ikatan cultural dan struktural yang yang dianggap tidak berkesuaian dengan kekinian telah menumbuhkan banyak perubahan dan pembaharuan.
Dekonstruksi atas visi, misi, orientasi dalam bentuk penjelajahan intelektual ini menetas dalam bangunan kekuatan wacana sebagai titik pijak suatu perubahan. Perubahan dimengertikan dalam bangunan kesejatian kesadaran atas realitas yang penuh, kepercayaan atas kekuatan budaya tradisi dan ritualnya, pilihan gerakan dan keperpihakan serta dalam bentuknya yang sangat praktis pola-pola gerakan yang dikembangkan. Perubahan PMII dimulaiF dari penumbuhan wacana independensi sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensinya dari intervensi, kooptasi, dan hegemoni kekuatan mainstraim dari luar, termasuk yang dikembangkan dan diideologisasikan oleh negara dan kekuatan kapitalisme global.
Wacana independensi kemudian berkembang dan terus melakukan metaformosis sampai pada titik baru bangunan kemandirian. Sebagai upaya untuk mengarahkan pada kekuatan masyarakat yang independent dan mempunyai kemandirian, kemudian tumbuh filosofi liberasi, ahlusunah waljama’ah sebagai manhaj al-fikr bahkan manhaj transformasi sosial, telaah kritis atas nilai-nilai universal yang memihak kepada masyarakat (bukan negara), telaah kritis atas wacana-wacana represif yang dikembangkan oleh negara, serta pembiasan pemberdayaan masyarakat sipil sebagai perwujudan cita-cita masyarakat yang terbuka dan sejahtera. Wacana-wacana ini kemudian menjadi mainstraim gerakan dan menjadi dasar pijak pergerakan secara institusional.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Strategi Pengembangan PMII Dalam Upaya Penguatan Kader
Ditulis oleh Amar Suteja
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://pmii-rayon-dakwah.blogspot.com/2013/02/strategi-pengembangan-pmii-dalam-upaya.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Blog PMII Rayon Dakwah Komisariat Sunan Ampel Cabang Surabaya Di Desain Oleh Amar Suteja .